Senin, 22 September 2025

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kembali mengingatkan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji, agar memastikan visa yang dimiliki adalah visa haji, bukan yang lain.

Hal ini menyusul adanya pengamanan 24 warga negara Indonesia (WNI) oleh polisi Arab Saudi pada Selasa 28 Mei 2024.

Mereka diamankan saat hendak mengambil Miqat haji di Miqat Masjid Bir Ali Madinah. 24 WNI itu terbukti mencoba masuk Makkah bermodal visa ziarah.

Laporan terakhir, 24 WNI tersebut 22 orang di antaranya telah dibebaskan karena tidak bersalah.
Mereka kemudian dideportasi ke Indonesia dan diblacklist 10 tahun tidak bisa masuk ke Arab Saudi, meskipun menjadi korban. Sementara dua lainnya yang merupakan koordinator masih menjalani proses hukum.

Dikatakan anggota Media Center Haji Kementerian Agama Widi Dwinanda, setidaknya ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji bukan visa ziarah.

Landasan Pertama

“Pertama, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi),” ujar Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Jakarta, Jumat (31/5) tadi.

“Haji dengan visa Mujamalah ini populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK),” sambungnya.

Landasan Kedua

Landasan kedua adalah fatwa Haiah Kibaril, ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji.

Menurutnya, ada empat alasan yang disampaikan dalam fatwa tersebut. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam.

Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.

“Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah,” jelasnya.

Kempat, ia melanjutkan, haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab, kerugian yang diakibatkan tidak terbatas pada jemaah, tetapi meluas pada jemaah lain.

Menurut fatwa tersebut, kata dia, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin, dan berdosa bagi yang melakukannya karena melanggar perintah pemerintah.

“Bahkan, Pemerinah Arab Saudi telah menetapkan sanksi berhaji tanpa visa dan tasreh resmi,” terang Widi.

Landasan Ketiga

Landasan terakhir adalah putusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bahwa haji dengan visa non haji atau tidak prosedural itu sah, tetapi cacat dan pelakunya berdosa.

“Keputusan ini menjadi salah satu hasil musyawarah pengurus Syuriyah Nahdlatul Ulama yang digelar pada 28 Mei 2024 lalu,” pungkasnya.

Share.
Leave A Reply Cancel Reply
Exit mobile version